MODEL-MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (DODD, BENNET)

MODEL-MODEL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (DODD, BENNET)


Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi antar budaya dibangun atas dua konsep utama, yaitu konsep komunkasi dan konsep kebudayaan. Mulyana dan Rakhmat menyebut kedua konsep tersebut ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling mempengaruhi karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi juga turut menentukan bagaimana orang menjadi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.

   

Model-Model Komunikasi Antar Budaya

Model komunikasi antarbudaya adalah model yang menggambarkan proses terjadinya komunikasi antar budaya atau komunikasi lintas budaya. Model komunikasi antar budaya juga dapat menjelaskan hubungan antara beragam variabel yang menjadi sumber, sebab, proses, media, dan dampak, hasil atau akibat dari komunikasi antarbudaya.

                               

A.    Model Dodd

1. Penciptaan “Budaya Ketiga” dalam Komunikasi Antarbudaya

Model Dodd menjelaskan bahwa ketika dua orang membangun komunikasi, masing-masing pihak seharusnya sudah mengetahui dan menerima perbedaan relasi antarpersonal berdasarkan kepribadian dan latar belakang kebudayaan (Perceived Cultural Differences, PCDS). Artinya, model ini menjadikan “persepsi” sebagai bagian utama dari teorinya dengan asumsi dasar bahwa semua perbedaan budaya dan pribadi dimediasi melalui persepsi.


  • PDCS (Perceived Cultural Differences)

PCDS dapat menyebabkan situasi ketidakpastian dan kecemasan di antara dua pihak, dari sini pula muncul reaksi perilaku yang dikemas dalam strategi fungsional atau difungsional untuk mengatasi situasi. Hal yang dimaksudkan dengan strategi difungsional itu mencakup stereotip, menarik diri (withdrawl), menolak, atau membangun permusuhan. Sementara itu, pada tingkat yang lebih fungsional terjadi, para peserta termotivasi untuk menemukan faktor adaptif, atau cara lain yang leih positif, yang dapat dijaidkan sebagai landasan bersama dalam membangun hubungan di antara mereka. Dodd menyebutnya sebagai membangun “budaya ketiga”.

 

    2. Model Proses Anteseden dan Konsekuen

Dodd (1997) menekankan bahwa komunikasi adalah suatu proses. Bidang tumpang-tindih dalam model “memang” tidak menggambarkan proses komunikasi sehingga dia mengusulkan model anteseden-proses- konsekuensi untuk menjelaskan proses komunikasi secara lebih menyeluruh.

Menurut Dodd, proses komunikasi terdiri dari pengaruh variabel anteseden berupa “kondisi” yang akan menghasilkan konsekuensi “kondisi” tertentu. Dalam komunikasi antarbudaya, budaya mewakili kondisi anteseden. Perilaku komunikasi adalah proses interaksi komunikator dan hasilnya adalah konsekuesi kondisi tertentu pula.

    

B.    Model Bennet

Model ini sering dikenal sebagai Developmental Model of Intercultural Sensitivity (DMIS), yang untuk pertama kali diperkenalkan oleh Milion Bennet (1980). Menurut Bennet, model ini dapat menggambarkan kerangka kerja atau cara-cara yang berbeda di mana orang dapat bereaksi terhadap perbedaan budaya. Kata Bennet, individu dapat menjadi orang yang berkompeten dalam relasi antarbudaya hanya melalui proses pengembangan.

menurut Bennet, semua orang dapat menjadi dan mempunyai kompetensi ‘interculturally’. Jika ia mau memiliki kompetensi antarbudaya, ia harus memiliki ‘mindfulness’. Untuk mengukur tingkat kompetensi relasi antarbudaya tersebut, Mitch Hammer, rekan peneliti Bennet, menciptakan skala penilaian-sejenis psikometri-Intercultural Development Inventory (IDI). Skala ini dipakai untuk menilai tingkat kepekaan individu terhadap relasi antarbudaya.

 

  Tahapan dalam pembentukan kepekaan budaya terhadap budaya sendiri atau budaya orang lain

1. Denial of difference

individu mengalami budayanya

sendiri sebagai satu-satunya budaya yang nyata. Individu cenderung mencatat budaya lain sebagai budaya yang berbeda, sekecil apa pun perbedaan itu sehingga dia tidak harus mengerti budaya lain. Umumnya orang-orang dengan tipe etnosentris cenderung menolak budaya lain. Reaksi mereka menjadi agresif ketika menerima perbedaan budaya lain. Bahkan mereka berusaha keras untuk menghindari atau menghilangkan budaya orang lain dari lingkungannya.

 

2. Defense against difference

setiap orang mempertahankan kebudayaan mereka terhadap perbedaan. Mereka berasumsi bahwa satu-satunya budaya yang harus dikembangkan adalah budaya sendiri. Inilah cara-cara terbaik untuk hidup. Posisi ini ditandai dengan sikap dualistis akan muncul rasa “kami” lawan “mereka” dalam pemyataan stereotip negatif secara terang terangan. Mereka secara terbuka meremehkan budaya orang lain, merendahkan ras, jenis kelamin, atau indikator lain.

  

  Tahapan dalam pembentukan kepekaan budaya terhadap budaya sendiri atau budaya orang lain.

3. Minimization of difference

Pada tahapan ini seseorang mulai meminimalisasi berbagai hal

yang dianggap berbeda, dan pengalaman dalam kebersamaan melebihi pengalaman perbedaan. Pada umumnya, masyarakat menyadari adanya perbedaan-perbedaan kecil antarbudaya, misalnya perbedaan rasa makanan, minuman. kebiasaan-k ebiasaan kecil dalam percakapan, dan lain-lain. Umumnya pada tahapan, orang mulai menekankan kesamaan antarmanusia, seperti struktur fisik dan kebutuhan psikologis.

 

4. Acceptance of difference

Pada tahapan ini orang mulai menerima perbedaan. Mereka yang

berada pada posisi ini mulai menerima keberadaan budaya yang berbeda. Budaya lain sebagai bagian yang juga mengatur eksistensi manusia, meskipun mereka tidak selalu suka atan setuju dengan segala hal dari budaya lain. Mereka dapat mengidentifikasi bagaimana budaya memengaruhi berbagai pengalaman manusia. Mereka juga memiliki kerangka kerja untuk mengatur bagaimana harus melakukan pengamatan dalam perbedaan budaya.

  

  Tahapan dalam pembentukan kepekaan budaya terhadap budaya sendiri atau budaya orang lain

5. Adaptation to difference

merupakan tahap adaptasi terhadap perbedaan. Pada posisi ini orang dapat memperluas pandangan dunia mereka sendiri dan secara akurat memahami budaya dan perilaku orang- orang dari budaya lain. Mereka secara efektif bersikap empati. Ini sebagai tanda bahwa mereka mulai menggeser sikap menerima perbedaan untuk memahami dan dipahami oleh budaya sendiri dan budaya orang lain. Jadi, sudah ada proses pelintasan batas-batas budaya. Proses lintas budaya ini merupakan salah satu kemampuan untuk bertindak secara benar, tepat, dan jelas di luar budaya sendiri.

 

6. Integration of difference

Pada tahapan ini orang mulai mengintegrasikan perbedaan. Mulai terjadi bahwa pengalaman diri diperluas sehingga mencakup mengintegrasikan pandangan dari budaya sendiri dengan budaya orang lain. Individu. Pada posisi ini, tidak lagi merasa diri sebagai orang "marginal". Mereka merasa sudah memasuki atau sudah berada di dalam budaya orang lain.


Komentar